Ticker

6/recent/ticker-posts

Ekosistem Masjid/Mushola NU, Kader Perlu Tahu

 


LTMNU(14/6)- Banyak orang berbicara pentingnya kolaborasi, pentingnya kerjasama, program berkelanjutan, dan seterusnya. Termasuk didalam ranah keagamaan, baik di lingkungan kampus NU, organisasi badan otonom (banom) NU, atau lainnya. Pembicaraan itu penting dan menarik. Akan tetapi akan lebih mengena arahnya apabila pembicaraan itu terbangun dalam kondisi ekosistem yang sudah dibangun sebelumnya dengan tepat. Disinilah pentingnya kita memahami apa dan bagaimana ekosistem sosial umat Islam.

Ekosistem sosial (social ecosystem) menunjuk pada hubungan interaktif yang relatif kompleks antar manusia, antara manusia secara individual dengan masyarakat, dan antar masyarakat, dengan lingkungan alam sekitarnya. Ekosistem sosial menunjuk adanya interaksi antara sistem sosial dengan sistem ekologi. Interaksi dan hubungan timbal balik antara komponen hidup (biotik) dengan komponen tak-hidup (abiotik), yang saling mempengaruhi, berkolaborasi, bekerjasama, terus menerus berkelanjutan, dan membentuk keseimbangan yang dinamis. Dengan kata lain ekosistem sosial disebut sebagai jejaring dinamis.

Ekosistem sebagai jaringan yang dinamis memiliki 4 komponen, yaitu, aktor, institusi, proses, dan nilai. Ke-4 komponen ini menyatu membentuk ekosistem. Aktor artinya pelaku, yang berupa sosok manusia-manusia, seperti, kyai, ustadz, guru, jamaah, santri, pengurus takmir, kader NU, remaja masjid, dan sejenisnya.  Institusi artinya lembaga atau wadah dimana para aktor saling berhubungan. Institusi ini dapat berupa forum pengajian lapanan yang menghubungkan antara kyai dengan takmir, kyai dengan jamaah, jamaah dengan jamaah, pengurus takmir dengan jamaah. Jangan lupa, bahwa di dalam lembaga forum pengajian lapanan itu juga terdapat komponen abiotik, seperti ruangan aula, soundsystem, meja kursi, tikar/karpet, snack, gelas, asbak, dan lainnya, yang semuanya terlibat dalam ekosistem.

Proses menunjuk pada proses hubungan itu berlangsung dalam lembaga/forum pengajian lapanan. Misalnya dikatakan bahwa pengajian itu berlangsung satu arah, ini artinya proses pengajian terjadi satu jenis hubungan antara kyai sebagai narasumber pengajian dengan jamaah sebagai pendengar/penyimak pengajian. Hubungan kyai - jamaah berlangsung dalam proses satu arah dalam pengajian lapanan itu. Bisa jadi terdapat dua arah ketika terjadi proses tanya-jawab antara kyai dengan jamaahnya.

Nilai (values) menunjuk pada hal-hal yang dihargai dan dimuliakan para aktor, seperti sopan santun, guyub rukun, keimanan, ketaqwaan, urip brayan, dan sejenisnya. Nilai ini relatif non-indrawi, akan tetapi selalu muncul dalam setiap proses dan ekosistem yang dibangun para aktor. Nilai hidup di tengah pengajian lapanan, di tengah jamaah, di dalam diri kyai, dan seterusnya. Sebagai catatan, nilai ini juga dapat didokumentasikan dalam wujud kesepakatan dan aturan tertulis.

Masjid/mushola NU merupakan sebuah ekosistem sosial keagamaan Islam yang khas. Di dalamnya terdapat para aktor, sejumlah istitusi (pengajian, tahlilan, TPQ, dan lainnya), sejumlah proses interaksi, dan banyak nilai khas NU. Tiap kader NU, termasuk pengurus takmir masjid/mushola NU, tentunya wajib menyadari keberadaaan empat komponen ini. Hubungan kolaboratif berkelanjutan semua komponen itu penting diperhatikan sekaligus dirawat keberlangsungannya sesuai marwah NU.

Mengapa ada masjid "ditinggal" jamaahnya?, mengapa mushola sepi?, mengapa mushola "diambil alih" orang lain?, ke-4 komponen ekosistem tersebut dapat menjadi alat untuk membantu menjawabnya. Atas kejadian seperti papan nama NU "hilang" dari kompleks masjid/mushola NU, atau rutinan tahlilan dan yasinan "raib" dari kebiasaan jamaah masjid/mushola NU, atau kejadian "rebutan pengimaman", semuanya ini kader NU sangat penting mendalami konsep ekosistem masjid/mushola NU. Kemudian, mengapa masjid/mushola nyaman dan asri?, mengapa jamaah lima waktu selalu penuh?, inipun kader NU perlu mendalaminya juga.

Semoga masjid/mushola NU senantiasa hangat dan makmur bersama kader-kader NU yang handal. Semoga masjid/mushola yang berafiliasi kepada NU kedepan semakin semangat menyiapkan kader-kadernya. Nilai-nilai khas NU harus terus hidup. Masadepan mungkin sulit digambarkan, akan tetapi hari ini adalah peluang dan kesempatan membangun masadepan.(asc)