Tantangan, Strategi, dan Peran Takmir Masjid/Mushola NU terhadap Minat Generasi Muda di Era Digital
Agus Salim Chamidi *)
Pendahuluan
Tulisan ini mencoba menganalisis tantangan yang dihadapi masjid/mushola Nahdlatul Ulama (NU) dalam upaya menarik minat generasi muda di era digital. Melalui pendekatan analisis deskriptif dengan tinjauan literatur, artikel ini mencoba mengidentifikasi beberapa tantangan utama, seperti persaingan dengan ruang-ruang digital, kesenjangan generasi dalam kepengurusan takmir, dan kurangnya program yang relevan dengan kebutuhan generasi muda. Artikel ini menawarkan strategi komprehensif dalam menghadapi tantangan tersebut, meliputi digitalisasi fungsi masjid, redesain program kegiatan, pengembangan infrastruktur ramah pemuda, dan kolaborasi lintas generasi. Secara khusus, artikel ini menguraikan peran strategis takmir masjid/mushola NU dalam merumuskan dan mengimplementasikan strategi tersebut, yang meliputi transformasi manajemen, pembaruan mindset, penguatan kapasitas digital, dan perluasan jejaring. Dengan strategi yang tepat dan peran takmir yang optimal, masjid/mushola NU berpotensi menjadi ruang spiritual yang dinamis dan relevan bagi generasi muda Muslim Indonesia.
Masjid dan mushola merupakan institusi keagamaan yang memiliki fungsi strategis dalam transmisi nilai-nilai keIslaman antar generasi. Nahdlatul Ulama (NU), sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia, memiliki ribuan masjid dan mushola yang tersebar di berbagai wilayah, yang selama ini menjadi pusat aktivitas keagamaan, sosial, dan budaya bagi warganya (Raharjo, 2020). Namun, dalam dekade terakhir, masjid/mushola NU menghadapi tantangan serius dalam menarik minat generasi muda untuk aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan. Pergeseran paradigma, gaya hidup, dan preferensi generasi muda akibat perkembangan teknologi digital dan globalisasi telah menciptakan kesenjangan antara masjid/mushola tradisional dengan kebutuhan spiritual generasi milenial dan Gen Z (Azra, 2020). Fenomena "masjid yang sepi dari anak muda" menjadi indikasi adanya tantangan signifikan yang perlu direspons secara strategis oleh pengelola masjid/mushola NU, khususnya takmir sebagai penanggungjawab utama pengelolaan dan pengembangan masjid.
Artikel ini bertujuan untuk
mengidentifikasi tantangan-tantangan aktual yang dihadapi masjid/mushola NU
dalam menarik minat generasi muda, merumuskan strategi komprehensif untuk
menghadapi tantangan tersebut, dan menguraikan peran spesifik takmir
masjid/mushola dalam menyusun dan mengimplementasikan strategi tersebut. Dengan
demikian, diharapkan dapat memberikan kontribusi teoretis dan praktis bagi
upaya revitalisasi peran masjid/mushola NU di kalangan generasi muda Muslim
Indonesia. Tulisan akan fokus pada tiga tema, yaitu, tantangan
masjid/mushola NU dalam menarik minat generasi muda, strategi menghadapi
tantangan tersebut, dan peran takmir masjid dalam menyusun dan
mengimplementasikan strategi.
Pembahasan
Pembahasan akan fokus pada tiga tema tersebut. Pertama, tentang tantangan masjid/mushola NU. Setidaknya ada enam tantangan masjid/mushola NU sekarang ini. Secara berurutan dapat dijabarkan berikut ini.
- Persaingan dengan Ruang-ruang Digital. Generasi muda saat ini menghabiskan sebagian besar waktunya di ruang digital, baik untuk pendidikan, hiburan, maupun aktivitas sosial dan spiritual. Berbagai platform digital menawarkan konten keagamaan yang lebih beragam, interaktif, dan mudah diakses, yang menciptakan persaingan langsung dengan kajian tradisional di masjid/mushola (Slama, 2018). Menurut survei yang dilakukan oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta tahun 2021, 78% generasi muda Muslim Indonesia lebih memilih mencari pengetahuan keagamaan melalui internet daripada menghadiri pengajian di masjid (Hasan, 2021).
- Kesenjangan Generasi. Kepengurusan takmir masjid/mushola NU umumnya didominasi oleh generasi senior (tua) dengan pendekatan manajemen relatif masih tradisional dan sering kurang adaptif terhadap perubahan zaman (Nugroho, 2019). Hal ini menciptakan kesenjangan dalam memahami kebutuhan, aspirasi, dan tren generasi muda, yang pada akhirnya berdampak pada kurang relevannya program dan kegiatan masjid/mushola bagi pemuda (Effendi, 2018).
- Infrastruktur/Fasilitas Kurang Ramah Pemuda. Banyak masjid/mushola NU, terutama di daerah pedesaan atau pinggiran kota, memiliki infrastruktur dan fasilitas yang kurang memadai untuk menarik minat generasi muda. Keterbatasan akses internet, ruangan yang kurang nyaman, dan minimnya fasilitas pendukung untuk aktivitas kepemudaan menjadi faktor penghambat keterlibatan pemuda di masjid/mushola (Sutrisno, 2020).
- Program Kurang Relevan dengan Kebutuhan. Program dan kegiatan masjid/mushola NU seringkali kurang relevan dengan kebutuhan dan minat generasi muda. Format pengajian yang monoton, materi yang kurang kontekstual, dan pendekatan yang kurang interaktif menyebabkan generasi muda merasa bahwa kegiatan masjid/mushola kurang menarik dan kurang memberikan manfaat langsung bagi mereka (Niam, 2019).
- Eksklusivitas dan Formalitas. Generasi muda seringkali memiliki persepsi bahwa masjid/mushola NU terlalu eksklusif, formalistik, dan terikat dengan ritual dan tradisi yang kaku. Persepsi ini, meskipun tidak selalu akurat, kemudian dapat berkembang menjadi penghalang psikologis bagi mereka untuk terlibat aktif dalam kegiatan masjid/mushola (Zainuddin & Agustina, 2018).
- Kompetisi Gerakan Keagamaan Transnasional. Masjid/mushola NU menghadapi kompetisi dari gerakan-gerakan keagamaan transnasional yang mampu menawarkan narasi keislaman yang lebih atraktif dan terorganisir bagi generasi muda, meskipun seringkali cenderung puritan dan kurang kontekstual dengan tradisi Islam Nusantara (Muhtarom, 2020).
Setelah memahami sejumlah tantangan di atas, kedua, tulisan ini akan mencoba membangun strategi apa saja yang layak dilakukan dalam menghadapi tantangan guna menarik minat generasi muda. Setidaknya ada empat strategi yang layak dipertimbangkan takmir masjid/mushola NU.
- Digitalisasi Fungsi Masjid/Mushola NU. Disini perlu upaya pengembangan platform digital yang terintegrasi. Artinya, masjid/mushola NU perlu mengembangkan platform digital terintegrasi yang menghubungkan berbagai aspek kegiatan masjid dengan kehidupan digital generasi muda. Platform ini dapat berupa aplikasi mobile, website interaktif, atau jaringan media sosial yang memudahkan akses informasi, pendaftaran kegiatan, pembayaran zakat/infaq, konsultasi keagamaan, dan streaming kajian (Hosen, 2020). Selain itu juga perlu upaya membangun konten digital yang berkualitas. Artinya, produksi konten digital berkualitas yang mencerminkan nilai-nilai Aswaja an-Nahdliyah dalam format yang menarik bagi generasi muda, seperti podcast, video pendek, infografis, dan multimedia interaktif. Konten ini dapat disebarluaskan melalui berbagai platform digital yang populer di kalangan generasi muda (Hefni, 2019). Upaya lainnya adalah integrasi online dan offline. Artinya, adanya upaya mengembangkan model kegiatan yang mengintegrasikan pengalaman online dan offline, seperti kajian hybrid, kompetisi konten digital keIslaman, atau program sosial yang diorganisir melalui platform digital tetapi diimplementasikan secara fisik (Arifin, 2022).
- Redesain Program Kegiatan Masjid/Mushola. Disini perlu upaya pengembangan program berbasis minat dan kebutuhan. Artinya, takmir merancang program kegiatan berbasis riset tentang minat, kebutuhan, dan tantangan aktual generasi muda, seperti kajian Islam dan karier, spiritualitas dan kesehatan mental, atau Islam dan isu-isu kontemporer (perubahan iklim, keadilan sosial, ekonomi digital) (Fauzi & Zaenuri, 2019). Kemudian perlu adanya format kegiatan yang interaktif dan kolaboratif. Artinya, takmir perlu mengubah format kegiatan dari yang sebelumnya bersifat satu arah (ceramah) menjadi lebih interaktif dan kolaboratif, seperti diskusi kelompok, workshop, simulasi, atau proyek sosial berbasis masjid yang memberikan ruang bagi kreativitas dan inisiatif pemuda (Widiastuti, 2020). Kemudian perlunya suatu program pengembangan kompetensi. Artinya, takmir perlu mengembangkan program peningkatan kompetensi yang relevan dengan kebutuhan generasi muda, seperti kursus bahasa asing, pelatihan kewirausahaan, workshop literasi digital, atau program sertifikasi keahlian yang diintegrasikan dengan nilai-nilai keIslaman (Nurdin & Rahman, 2020).
- Pengembangan Infrastruktur Ramah Pemuda. Disini upaya takmir dalam redesain fisik masjid/mushola. Artinya, takmir melakukan redesain fisik masjid/mushola agar lebih nyaman, estetis, dan fungsional bagi berbagai aktivitas kepemudaan, seperti ruang diskusi, perpustakaan digital, area co-working, atau studio multimedia, tanpa mengurangi fungsi utama masjid sebagai tempat ibadah (Budi, 2018). Kemudian upaya membangun konektivitas digital. Artinya, takmir mengupayakan menyediakan akses internet yang memadai, sistem audio-visual yang baik, dan infrastruktur digital lainnya yang mendukung berbagai kegiatan berbasis teknologi di masjid/mushola (Munir, 2020). Berikutnya adalah upaya branding dan identitas secara visual. Artinya, bahwa takmir mengembangkan branding dan identitas visual masjid/mushola yang menarik, modern, namun tetap mencerminkan nilai-nilai tradisional NU, yang dapat meningkatkan daya tarik dan rasa memiliki di kalangan generasi muda (Kuntowijoyo, 2019).
- Kolaborasi Lintas Generasi dan Sektoral. Disini upaya takmir untuk membangun perkumpulan/organisasi bagi generasi muda masjid/mushola NU. Perkumpulan ini akan menjadi jembatan antara takmir senior dengan generasi muda, sekaligus sebagai inkubator kepemimpinan bagi generasi penerus (Hilmy, 2020). Selain itu juga perlu dibangun kemitraan dengan lembaga pendidikan yang mengelola pelajar/santri. Artinya, takmir membangun kemitraan strategis dengan sekolah, madrasah, pesantren, dan perguruan tinggi untuk mengembangkan program bersama yang menarik minat pelajar, mahasiswa, dan santri untuk aktif di masjid/mushola (Wahid, 2021). Upaya lain adalah membangun kolaborasi dengan komunitas pemuda. Takmir disini dapat menjalin kerjasama dengan IPNU, IPPNU, Ansor, Fatayat, dan juga komunitas lain terkait, seperti komunitas yang memiliki perhatian pada isu-isu sosial, budaya, atau lingkungan (Ulum, 2019).
Mencermati tantangan dan strategi di atas, ketiga, takmir masjid/mushola NU memiliki peran yang sangat penting. Setidaknya ada tiga peran penting yang layak disuguhkan disini.
- Transformasi Manajemen Takmir. Ini krusial, akan tetapi ketika tidak dilakukan akan beresiko di kemudian hari. Di sini takmir perlu berani melakukan restrukturisasi kepengurusan dengan mengadopsi prinsip representasi lintas generasi di mana kalangan pemuda masuk dalam jajaran takmir dan diberi peran dan tanggung jawab yang jelas (Fathoni, 2019). Jika itu dilakukan, maka takmir dapat mengembangkan lagi dengan mencoba mengadopsi sistem manajemen modern dalam pengelolaan masjid/mushola, yang meliputi perencanaan strategis, pengukuran kinerja, manajemen keuangan transparan, dan sistem evaluasi berbasis data, yang dapat meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas pengelolaan masjid (Karim, 2021). Ini memang cukup rumit, akan tetapi dapat dilakukan bertahap. Hal lain adalah perekrutan dan kaderisasi, bahwa takmir perlu berani merancang sistem rekrutmen dan kaderisasi berkelanjutan yang memberikan ruang bagi talenta-talenta muda untuk berkontribusi dan mengembangkan kapasitas kepemimpinan mereka dalam pengelolaan masjid/mushola (Aziz, 2020).
- Pembaruan Mindset dan Kapasitas Takmir. Langkah lain dari takmir adalah perlunya program pengembangan kapasitas. Takmir mengembangkan program peningkatan kapasitas bagi seluruh pengurus takmir dalam berbagai aspek pengelolaan masjid kontemporer, seperti manajemen strategis, komunikasi publik, fundraising, pengelolaan konten digital, dan pengembangan program kepemudaan (Rumadi, 2018). Takmir dapat meminta bantuan dan kerjasama dengan pihak lain yang kompeten itu hal-hal itu. Langkah lainnya adalah perlunya takmir melakukan studi banding dan benchmarking ke masjid/mushola atau institusi keagamaan lain yang telah berhasil menarik partisipasi generasi muda, untuk mendapatkan inspirasi dan pembelajaran praktis yang dapat diadaptasi (Mahfudh, 2019). Yang tidak kalah pentingnya adalah perlunya takmir menyelenggarakan forum dialog intergenerasional secara berkala, di mana takmir senior dan generasi muda dapat saling bertukar gagasan, perspektif, dan harapan mengenai peran masjid/mushola dalam kehidupan kontemporer (Anam, 2020).
- Kapasitas Digital. Melek digital kini menjadi kebutuhan. Takmir perlu menyusun dan mengembangkan program literasi digital khusus untuk takmir, yang mencakup keterampilan dasar penggunaan teknologi, pengelolaan media sosial, produksi konten digital, dan keamanan siber (Ma'arif, 2020). Dalam hal ini takmir perlu membentuk tim khusus dalam struktur takmir yang bertanggung jawab untuk mengelola aspek digital masjid/mushola, termasuk website, media sosial, aplikasi, dan produksi konten (Haris, 2019). Selain itu takmir juga perlu kolaborasi dan menjalin kerja sama dengan ahli teknologi digital, desainer, atau content creator dari kalangan NU untuk mengembangkan strategi digital masjid/mushola yang efektif dan berkelanjutan (Nafis, 2022).
Kesimpulan
Masjid/mushola NU menghadapi tantangan kompleks dalam menarik minat generasi muda di era digital, yang meliputi persaingan dengan ruang-ruang digital, kesenjangan generasi dalam kepengurusan takmir, infrastruktur yang kurang ramah pemuda, program yang kurang relevan, persepsi tentang eksklusivitas, dan kompetisi dengan gerakan keagamaan transnasional. Untuk menghadapi tantangan tersebut, diperlukan strategi komprehensif yang meliputi digitalisasi fungsi masjid, redesain program kegiatan, pengembangan infrastruktur ramah pemuda, dan kolaborasi lintas generasi dan sektoral. Takmir masjid/mushola NU memiliki peran strategis dalam menyusun dan mengimplementasikan strategi tersebut, melalui transformasi manajemen, pembaruan mindset dan kapasitas, penguatan kapasitas digital. Dengan pendekatan yang tepat dan komitmen dari segenap pengurus takmir, masjid/mushola NU dapat bertransformasi menjadi ruang spiritual Islam yang dinamis, inklusif, dan relevan bagi generasi muda Muslim Indonesia, sekaligus tetap menjaga keaslian dan kekhasan nilai-nilai Islam Aswaja an-Nahdliyah yang menjadi karakteristik khas NU. Wallahu a’lam.(*)
*) Penulis adalah Ketua
LTM PCNU Kebumen