KabarNU(10/2)- Sejarah munculnya LTM NU berawal dari
lahirnya Haiah Takmiril Masjid Indonesia (HTMI) di Surabaya (1971).
Kemudian HTMI diubah menjadi Lembaga Takmir Masjid Indonesia (LTMI) pada Muktamar NU
Ke-31 di Solo (2004). Diubah lagi menjadi Lembaga Takmir Masjid NU (LTMNU) pada
Muktamar NU Ke-32 di Makasar (2010). LTM NU ini menjadi lembaga NU yang
bertugas melaksanakan kebijakan NU di bidang pengembangan dan pemberdayaan
masjid [ART NU Pasal 17 (6)m].
Mengapa masjid (dan mushola) penting
diperhatikan NU?
Untuk menjawabnya, kita perlu memahami sejarah awal Islam masa Rasulullah SAW. Bahwa sejarah Islam telah membuktikan sejak masa Rasulullah
SAW dan masa-masa sebelumnya, masjid sudah menjadi pusat pengembangan agama Islam. Ini dibuktikan dengan
wahyu Allah dalam QS Ali Imran (3:96), bahwa “Sesungguhnya rumah yang
mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah (Baitullah) yang (berada)
di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi seluruh alam”. Selain itu, diriwayatkan bahwa, Abu Dzar RA berkata, aku pernah bertanya kepada Rasulullah SAW: “Wahai
Rasulullah, masjid apa yang didirikan pertama kali?” Beliau menjawab: “Masjidil
Haram” (Ka’bah, Baitullah di Mekah). Aku bertanya lagi: “Kemudian masjid
apa?” Beliau menjawab: “Masjidil Aqsha” (di Palestina). Aku bertanya: “berapa
lama selisih waktu antara pembangunan keduanya?” Beliau menjawab: “empat
puluh”. Dan beliau menambahkan: “Dimanapun kamu memasuki waktu shalat, maka
shalatlah. Dan bumi seluruhnya adalah masjid.”
Ka’bah Baitullah di Masjidil Haram di Mekah merupakan bangunan masjid pertama di dunia. Ka'bah ini ditinggikan atau dibangun kembali oleh Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Hal ini disebutkan dalam QS Al Baqarah (2:127), “(Ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan fondasi Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa), “Ya Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS diperintah Allah SWT untuk membangun kembali Ka’bah (Baitullah) yang merupakan tinggalan bangunan Nabi Adam AS.
Baitullah menjadi tempat dan pusat peribadatan umat Islam sejak Nabi Adam AS diturunkan Allah SWT ke bumi. Nabi Adam
AS sendiri merupakan manusia pertama khalifah fil-ardh, sebagaimana terkandung dalam QS Al Baqarah
(2:30), “(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku
hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak
menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami
bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa sejak manusia pertama Nabi Adam AS, Baitullah telah menjadi bangunan rumah tempat beribadah kepada Allah SWT. Perlu diingat bahwa para nabi dan rasul sejak Nabi Adam AS sampai Nabi Muhammad SAW kesemuanya diutus oleh Allah SWT hanya membawa satu risalah, yaitu, Islam.
Baitullah ini dikenal pula dengan nama Masjidil Haram. Dari masjid pertama inilah peradaban umat manusia dibangun dan dikembangkan. Dengan kata lain, eksistensi umat Muslim dimana pun berada akan selalu terhubung dengan masjid. Artinya, masjid menjadi tempat penting pembangunan peradaban umat Islam yang akan membawa berkah dan kebaikan bagi umat manusia dan lingkungan sekitarnya.
Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa memang sangat wajar apabila organisasi (jam’iyah) NU memperhatikan dan mementingkan eksistensi masjid (dan mushola) NU. Perhatian NU ini terkait kedudukan, peran, maupun fungsi masjid mushola NU dalam upaya pembangunan, pengembangan, dan pemberdayaan warga nahdliyin beserta lingkungannya. Dari sinilah NU membentuk Lembaga Takmir Masjid (LTM) NU yang bertugas melaksanakan kebijakan NU dalam upaya pengembangan dan pemberdayaan kedudukan, peran, dan fungsi masjid (dan mushola) milik warga NU.
Lalu, seperti apa masjid mushola milik warga NU?
Untuk menjawabnya, kita penting menyelami kembali sejarah perjuangan NU.
Nahdlatul Ulama (NU) artinya “kebangkitan ulama”. Organisasi NU lahir di Surabaya pada 16 Rajab 1344H atau 31 Januari 1926M. NU didirikan oleh ulama/kyai pondok pesantren yang dipimpin Hadlaratussyaikh KH Hasyim Asy’ari. NU lahir untuk membangkitkan dan melanjutkan perjuangan para ulama sebelumnya, baik ulama itu hidup di Nusantara (Indonesia) maupun di luar, yang nasab dan keilmuannya runtut sampai Baginda Nabi Muhammad SAW. Mengapa kata "ulama" menjadi penting bagi eksistensi NU? Sebab ulama inilah figur hamba-hamba Allah SWT terpilih sebagaimana disebutkan dalam QS Al Fathir (35:58), “Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari hamba-hambaNya hanyalah ulama”.
Rasulullah SAW bersabda:
إن الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ،
إِنَّ اْلأَنْبِياَءَ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْناَرًا وَلاَ دِرْهَماً إِنَّمَا وَرَّثُوْا
الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Sesungguhnya ulama adalah pewaris
para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka
hanya mewariskan ilmu maka barangsiapa mengambil warisan tersebut ia telah
mengambil bagian yang banyak”.(HR.Tirmidzi, Ahmad, Ad-Darimi, Abu Dawud)
Pada saat itu para ulama/kyai dari kalangan pesantren Nusantara merasa gundah dan gelisah dengan pergolakan dan perkembangan dunia Islam di Timur Tengah. Utamanya dengan munculnya paham Wahabi dan pemberangusan banyak situs Islam di Arab Saudi. Para ulama/kyai khawatir dengan nasib dan kondisi umat Islam di Nusantara (Indonesia) di kemudian hari. Para ulama/kyai tentunya juga mengkhawatirkan masadepan pusat-pusat perkembangan Islam, seperti pesantren, masjid, mushola, dan langgar/surau di seluruh pelosok negeri.
Saat itu sudah berabad-abad umat Islam Nusantara telah menjalankan agama Islam mengikuti petunjuk para wali, ulama, kyai, dan guru mereka. Amalan keagamaan Islam bahkan sudah menjadi kebiasaan (habits) dan tradisi masyarakat Nusantara. Ajaran Islam sudah hidup membumi ala ahlussunnah wal jamaah (aswaja). Islam berlangsung dengan sumber Al-Quran, As-Sunnah, Al-Ijma’, dan Al-Qiyas. Masyarakat Islam Nusantara sudah terbiasa ngaji kitab kuning, membaca Al-Barjanzi, tahlilan, ziarah kubur, dan lainnya. Masjid mushola sudah terbiasa ber-Islam dengan sholat Jumat dua kali adzan, sholat subuh ber-qunut, sholat tarawih 20 rakaat, dan lainnya. Masjid musholla dan pesantren telah berabad-abad menjadi pusat peradaban Islam di bumi Nusantara. Para pengasuh pesantren dan takmir masjid musholla telah berabad-abad melestarikan tradisi keIslaman tersebut di atas, mengikuti guru-gurunya, itba' mengikuti para ulama, ajaran walisongo, dan masyayyikh dunia.
Dengan adanya perubahan peta dunia Islam yang meresahkan itu, para ulama/kyai melihat bahwa umat Islam Nusantara harus dilindungi keagamaannya (hifdzu-d-din). Dipimpin KH Hasyim Asy'ari kemudian para ulama/kyai kemudian mendirikan organisasi perjuangan dengan nama Nahdlatul Ulama (NU). NU ini merupakan jam’iyah diniyah ijtima’iyah (organisasi sosial keagamaan). Salah satu perjuangan NU adalah merawat dan melestarikan tradisi keIslaman tersebut di atas yang lazim diselenggarakan di masjid mushola.
Dengan berdirinya NU, maka akan terlindungi masjid mushola milik warga NU. Yang seperti apa masjid mushola milik warga NU? Yaitu, masjid mushola yang di dalamnya berupa orang-orang yang sudah terbiasa tadarus Al-Quran, ngaji kitab kuning, membaca al-Barjanzi, tahlilan, ziarah kubur, sholat Jumat dua kali adzan, sholat subuh ber-qunut, sholat tarawih 20 rakaat, ber-thoriqoh, membaca manaqib, menyelenggarakan muludan dan rajaban, dan lainnya. NU hadir untuk membersamai esksistensi masjid mushola beserta amalan-amalannya tersebut dengan tujuan agar umat Islam beribadah dan beramal soleh di dalamnya dengan tenang (khusyu').
Apalagi di era global seperti sekarang ini, ragam informasi keIslaman di media sosial (medsos) berhamburan tiap hari. Keanekaragaman informasi ini sedikit banyak berimbas pada eksistensi masjid musholla khas NU. Banyak yang bersifat positif, namun tidak sedikit yang berdampak negatif. Oleh karenanya kebersamaan organisasi NU dengan masjid mushola khas NU dan pengurus takmirnya menjadi penting untuk dirawat dan diperkuat. Disinilah perlunya Lembaga Takmir Masjid (LTM) NU hadir di berbagai tingkatan kepengurusan NU.
Upaya pembangunan, pengembangan dan pemberdayaan atas kedudukan, peran, dan fungsi masjid mushola milik warga NU harus terus diperjuangkan oleh semua kalangan. Pengasuh masjid mushola NU, takmir masjid mushola, ahli jamaah, santri, warga masyarakat sekitar masjid mushola, para aghniya’, pengurus NU dan LTM NU di semua jajaran, semuanya perlu bersama bergotong-royong ta’awanu ‘ala-l-birri wa-t-taqwa untuk merawat dan memakmurkan masjid mushola NU.
Masjid mushola ini menjadi ‘ladang’ ibadah dan beramal saleh.
Masjid mushola perlu menjadi tempat yang nyaman ber-taqarrub ilallah,
termasuk untuk pendidikan akhlak bagi anak dan remaja, untuk kesejahteraan anak
yatim piatu, dan untuk kesehatan ibu, anak, dan kaum jompo. Sudah saatnya manajemen
pengelolaan masjid mushola NU berkembang lebih baik lagi.
Lembaga Takmir Masjid (LTM) NU Kebumen hadir
dengan sejumlah program pengembangan dan pemberdayaan masjid mushola NU.
Diantaranya publikasi masjid mushola NU dan penguatan manajemen masjid mushola
NU. Dengan semangat mengabdi (ibadah) dan bekerjasama bergandeng-tangan berkolaborasi,
mari kita kembangkan kedudukan, peran, dan fungsi masjid mushola NU untuk
memenangkan umat membangun peradaban.
رَبِّ ٱجْعَلْنِى مُقِيمَ ٱلصَّلَوٰةِ وَمِن
ذُرِّيَّتِى ۚ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَآءِ
“Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak
cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat; Ya Tuhan kami, perkenankanlah
doaku”.(QS Ibrahim, 14:40)