1. PENDAHULUAN
Pendidikan
tinggi Islam di Indonesia mengalami transformasi signifikan sejalan dengan
dinamika kebutuhan masyarakat dan perkembangan regulasi pendidikan nasional.
Kehadiran Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2025
tentang Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) pada Perguruan Tinggi Keagamaan dan
Ma'had Aly menandai era baru dalam sistem pendidikan tinggi Islam yang lebih
inklusif dan fleksibel (Kementerian Agama RI, 2025).
RPL
merupakan mekanisme pengakuan terhadap pengetahuan, keterampilan, dan
kompetensi yang diperoleh seseorang melalui pembelajaran formal, nonformal,
maupun informal untuk memperoleh pengakuan akademik atau melanjutkan pendidikan
pada jenjang yang lebih tinggi (Wheelahan et al., 2015). Konsep ini telah lama
diterapkan di berbagai negara sebagai strategi untuk meningkatkan akses
pendidikan tinggi dan mengakomodasi pembelajaran sepanjang hayat (lifelong
learning).
Bagi
perguruan tinggi swasta dan pesantren, kebijakan RPL membawa implikasi
strategis yang kompleks. Di satu sisi, RPL membuka peluang untuk memperluas
akses pendidikan bagi santri dan alumni pesantren yang selama ini mengalami
kesulitan melanjutkan ke perguruan tinggi karena sistem pendidikan pesantren
yang tidak sepenuhnya terintegrasi dengan sistem pendidikan formal (Dhofier,
2011; Azra, 2012). Di sisi lain, implementasi RPL menuntut kesiapan
institusional yang matang, mulai dari sistem asesmen hingga infrastruktur
akademik yang memadai.
Berdasarkan
latar belakang tersebut, penelitian ini merumuskan beberapa permasalahan pokok:
- Bagaimana prospek implementasi RPL bagi
pengembangan perguruan tinggi swasta dan pesantren?
- Apa saja peluang strategis yang dapat
dimanfaatkan oleh perguruan tinggi swasta dan pesantren dalam konteks RPL?
- Tantangan apa yang dihadapi dalam implementasi
RPL dan bagaimana strategi mengatasinya?
Penelitian
ini bertujuan untuk:
- Menganalisis prospek implementasi RPL bagi
perguruan tinggi swasta dan pesantren
- Mengidentifikasi peluang strategis yang
tersedia dalam konteks kebijakan RPL
- Memetakan tantangan implementasi dan
merumuskan strategi solusi yang komprehensif
2. TINJAUAN LITERATUR
Rekognisi
Pembelajaran Lampau (Recognition of Prior Learning/RPL) merupakan proses formal
untuk mengidentifikasi, menilai, dan mengakui pembelajaran yang telah diperoleh
seseorang di luar jalur pendidikan formal (Harris, 2000).
Konsep ini berkembang dari paradigma pendidikan sepanjang hayat yang mengakui
bahwa pembelajaran dapat terjadi di mana saja, kapan saja, dan melalui berbagai
cara.
Menurut
Andersson & Harris (2006), RPL memiliki beberapa fungsi utama: (1)sebagai
instrumen keadilan sosial untuk membuka akses pendidikan bagi kelompok
marginal; (2)sebagai mekanisme efisiensi untuk menghindari pembelajaran
berulang; dan (3)sebagai alat untuk meningkatkan daya saing institusi
pendidikan tinggi. Dalam konteks Indonesia, implementasi RPL diharapkan dapat
menjembatani gap antara sistem pendidikan pesantren dengan pendidikan tinggi
formal.
Perguruan
Tinggi Keagamaan (PTK) di Indonesia mengalami perkembangan pesat, baik dari
segi kuantitas maupun kualitas. Data Kementerian Agama menunjukkan terdapat
ratusan PTK yang tersebar di seluruh Indonesia, dengan mayoritas berstatus
swasta (Kementerian Agama RI, 2024). PTK swasta memiliki peran strategis dalam
demokratisasi pendidikan tinggi Islam, terutama di daerah-daerah yang belum
terjangkau PTK negeri.
Pesantren
sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia memiliki karakteristik
unik dengan sistem pembelajaran yang menekankan penguasaan kitab kuning,
pengembangan karakter, dan transmisi nilai-nilai keislaman (Bruinessen, 1995;
Mastuhu, 1994). Namun, sistem pendidikan pesantren seringkali tidak mendapat
pengakuan setara dalam sistem pendidikan nasional, sehingga alumni pesantren
menghadapi hambatan dalam melanjutkan ke perguruan tinggi (Lukens-Bull, 2001).
Upaya
integrasi pendidikan pesantren dengan sistem pendidikan nasional telah
dilakukan melalui berbagai kebijakan, seperti Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019
tentang Pesantren (Pemerintah RI, 2019). Kebijakan RPL dapat dipandang sebagai
kelanjutan dari upaya integrasi tersebut, dengan memberikan pengakuan formal
terhadap pembelajaran yang terjadi di pesantren.
Steenbrink
(1986) dan Azra (2012) mencatat bahwa modernisasi pesantren melalui integrasi
dengan sistem pendidikan formal merupakan kebutuhan strategis untuk
meningkatkan daya saing alumni pesantren. RPL memberikan jalan bagi alumni
pesantren untuk mendapatkan kualifikasi akademik tanpa harus mengulangi
pembelajaran yang substansinya telah dikuasai.
3. METODE
Penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan metode studi literatur.
Data dikumpulkan melalui kajian dokumen kebijakan, jurnal ilmiah, buku, dan
publikasi terkait RPL, perguruan tinggi keagamaan, dan pesantren. Analisis data
dilakukan secara tematik untuk mengidentifikasi pola, tema, dan temuan kunci
terkait prospek, peluang, dan tantangan implementasi RPL.
Sumber data
primer meliputi Peraturan Menteri Agama Nomor 12 Tahun 2025 dan regulasi
terkait lainnya. Sumber data sekunder mencakup literatur akademik tentang RPL,
pendidikan tinggi Islam, dan sistem pendidikan pesantren. Validitas temuan
diperkuat melalui triangulasi sumber dan member checking dengan para ahli
pendidikan Islam.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Prospek Implementasi RPL bagi Perguruan Tinggi Swasta dan Pesantren
4.1.1 Perluasan Akses Pendidikan Tinggi
RPL membuka
peluang signifikan untuk memperluas akses pendidikan tinggi bagi alumni
pesantren dan kelompok masyarakat yang memiliki pengalaman pembelajaran
nonformal. Hal ini sejalan dengan temuan Cameron (2006) yang menunjukkan bahwa
RPL efektif meningkatkan partisipasi pendidikan tinggi dari kelompok
underrepresented.
Bagi
perguruan tinggi swasta, kebijakan ini dapat menjadi strategi untuk
meningkatkan penerimaan mahasiswa baru, terutama dari kalangan pesantren yang
memiliki basis massa besar. Data Kementerian Agama mencatat terdapat lebih dari
28.000 pesantren dengan jutaan santri yang potensial menjadi calon mahasiswa
PTK (Kementerian Agama RI, 2024).
4.1.2 Penguatan Reputasi dan Daya Saing
Implementasi
RPL yang kredibel dapat meningkatkan reputasi institusi sebagai lembaga yang
inovatif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. McKenna & Mitchell
(2006) menunjukkan bahwa institusi yang berhasil mengimplementasikan RPL
cenderung memiliki daya tarik lebih tinggi bagi calon mahasiswa dewasa dan profesional.
Perguruan
tinggi swasta yang mampu mengembangkan sistem RPL yang baik akan memiliki
keunggulan kompetitif dalam merekrut mahasiswa berkualitas dari latar belakang
pesantren. Hal ini dapat memperkaya keberagaman kampus dan meningkatkan
kualitas diskursus akademik.
4.1.3 Legitimasi Pembelajaran Pesantren
RPL
memberikan legitimasi formal terhadap pembelajaran yang terjadi di pesantren,
yang selama ini sering dianggap inferior dibandingkan pendidikan formal.
Pengakuan ini penting secara simbolik maupun praktis untuk meningkatkan
martabat pendidikan pesantren dalam sistem pendidikan nasional (Tan, 2011).
Legitimasi
ini juga dapat mendorong pesantren untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan
dokumentasi proses pendidikan, sehingga lebih memenuhi standar yang dapat
direkognisi secara akademik.
4.2 Peluang Strategis bagi Perguruan Tinggi Swasta dan Pesantren
4.2.1 Pengembangan Program Studi Berbasis Keunggulan Pesantren
RPL membuka
peluang bagi PTK untuk mengembangkan program studi yang memanfaatkan keunggulan
komparatif pesantren, seperti studi kitab kuning, tafsir, hadis, dan fikih.
Program-program ini dapat dirancang dengan mekanisme RPL yang mengakui
penguasaan santri terhadap materi-materi tersebut.
Falk &
Smith (2003) menunjukkan bahwa program pendidikan tinggi yang mengintegrasikan
pembelajaran prior dengan kurikulum formal cenderung menghasilkan lulusan
dengan kompetensi unik dan marketable. Dalam konteks Indonesia, lulusan yang
menguasai tradisi keilmuan Islam klasik sekaligus metodologi akademik modern
akan memiliki nilai tambah signifikan.
4.2.2 Kolaborasi Strategis Pesantren-Perguruan Tinggi
Kebijakan
RPL dapat menjadi basis bagi pengembangan kemitraan strategis antara pesantren
dan PTK. Kemitraan ini dapat berbentuk program bridging, dual recognition, atau
articulation pathways yang memfasilitasi transisi santri ke pendidikan tinggi
(Wheelahan, 2015).
Model
kemitraan semacam ini telah terbukti efektif di berbagai negara dalam
meningkatkan akses pendidikan tinggi sekaligus memperkuat ekosistem pendidikan
yang lebih inklusif dan adil (Storan et al., 2020).
4.2.3 Diversifikasi Sumber Pendanaan
Implementasi
RPL dapat membuka akses ke sumber pendanaan baru, baik dari pemerintah maupun
donor. Program-program inovatif yang mengintegrasikan pendidikan pesantren
dengan pendidikan tinggi sering menjadi prioritas pendanaan karena dampak
sosialnya yang luas.
Selain itu,
peningkatan jumlah mahasiswa melalui jalur RPL dapat meningkatkan pendapatan
institusi dari biaya pendidikan, yang pada gilirannya dapat diinvestasikan
untuk peningkatan kualitas akademik dan infrastruktur.
4.2.4 Pengembangan Riset tentang Pendidikan Pesantren
RPL membuka
peluang riset yang luas tentang pendidikan pesantren, pembelajaran informal,
dan asesmen kompetensi. PTK yang mengimplementasikan RPL dapat menjadi pusat
kajian tentang best practices integrasi pendidikan formal-nonformal.
Pengembangan
riset ini tidak hanya bermanfaat bagi pengembangan internal institusi, tetapi
juga dapat berkontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan tentang pendidikan
Islam dan sistem pendidikan alternatif secara global.
4.3 Tantangan Implementasi RPL
4.3.1 Standarisasi Proses Asesmen
Tantangan
utama dalam implementasi RPL adalah pengembangan sistem asesmen yang valid,
reliabel, dan kredibel untuk menilai pembelajaran yang terjadi di luar jalur
formal. Menurut Andersson et al. (2013), asesmen RPL memerlukan metodologi
khusus yang berbeda dari asesmen pembelajaran formal karena kompleksitas
evidence yang harus dinilai.
Dalam
konteks pesantren, tantangan ini lebih kompleks karena pembelajaran di
pesantren bersifat holistik, tidak terstruktur dalam sistem kredit semester,
dan sering kali tidak terdokumentasi secara sistematis. Pengembangan rubrik
asesmen yang dapat mengakomodasi karakteristik unik pembelajaran pesantren
memerlukan riset dan ujicoba yang intensif.
4.3.2 Kesiapan Sumber Daya Manusia
Implementasi
RPL memerlukan asesor yang memiliki kompetensi ganda: memahami standar akademik
perguruan tinggi sekaligus memahami konteks dan substansi pembelajaran
pesantren. Keterbatasan SDM dengan kualifikasi tersebut menjadi kendala serius
(Harris, 2000).
Pelatihan
asesor RPL memerlukan investasi waktu dan biaya yang signifikan. Selain itu,
diperlukan sistem quality assurance untuk memastikan konsistensi penilaian
antarasesor dan antar waktu.
4.3.3 Infrastruktur Teknologi dan Administrasi
RPL
memerlukan sistem administrasi dan dokumentasi yang lebih kompleks dibandingkan
penerimaan mahasiswa regular. Sistem informasi akademik perlu disesuakan untuk
mengakomodasi berbagai jenis evidence, proses asesmen multipihak, dan mekanisme
pelaporan yang transparan.
Bagi
perguruan tinggi swasta dengan keterbatasan anggaran, investasi infrastruktur
teknologi ini dapat menjadi beban finansial yang berat. Diperlukan dukungan
pemerintah atau konsorsium institusi untuk berbagi infrastruktur dan mengurangi
beban individual institusi.
4.3.4 Resistensi Budaya Akademik
Implementasi
RPL sering menghadapi resistensi dari kalangan akademisi yang menganggap
pembelajaran nonformal tidak setara dengan pembelajaran formal. Stereotype dan
bias akademik terhadap pendidikan pesantren dapat menghambat implementasi RPL
yang adil dan objektif (Pokorny et al., 2014).
Perubahan
mindset dan budaya akademik memerlukan upaya edukatif yang sistematis dan
berkelanjutan. Sosialisasi tentang nilai dan prinsip RPL, serta showcase
keberhasilan implementasi, dapat membantu mengurangi resistensi ini.
4.3.5 Penjaminan Mutu dan Akreditasi
Perguruan
tinggi perlu memastikan bahwa mahasiswa yang diterima melalui jalur RPL
memiliki kompetensi setara dengan mahasiswa regular dan dapat menyelesaikan
studi dengan baik. Hal ini penting untuk menjaga reputasi institusi dan
akreditasi program studi.
Sistem
monitoring dan evaluasi yang ketat perlu dikembangkan untuk melacak performa
akademik mahasiswa RPL dan melakukan penyesuaian program bila diperlukan.
Transparansi data tentang keberhasilan mahasiswa RPL juga penting untuk
membangun kepercayaan publik.
4.4 Strategi Mengatasi Tantangan
4.4.1 Pengembangan Kerangka Asesmen Komprehensif
Perguruan
tinggi perlu mengembangkan framework asesmen RPL yang mengintegrasikan berbagai
metode: portfolio assessment, challenge examination, interview, dan observation
(Travers, 2013). Kerangka ini harus disesuaikan dengan karakteristik
pembelajaran pesantren yang menekankan oral transmission dan experiential
learning.
Kolaborasi
dengan pesantren dalam menyusun kerangka asesmen akan memastikan validitas
content dan culture sensitivity. Ujicoba pilot project dapat membantu
mengidentifikasi dan memperbaiki kelemahan sistem sebelum implementasi skala
luas.
4.4.2 Capacity Building Berkelanjutan
Program
pelatihan asesor RPL perlu dirancang secara sistematis dan berkelanjutan.
Pelatihan tidak hanya mencakup aspek teknis asesmen, tetapi juga pemahaman
tentang filosofi pendidikan pesantren, learning outcomes, dan etika asesmen.
Pembentukan
komunitas praktisi RPL dapat menjadi strategi untuk sharing pengalaman dan best
practices antarinstitusi. Platform kolaboratif ini dapat difasilitasi oleh
asosiasi PTK atau Kementerian Agama.
4.4.3 Leverage Teknologi
Pengembangan
platform digital untuk administrasi RPL dapat mengurangi beban administratif
dan meningkatkan efisiensi. Teknologi artificial intelligence dapat
dimanfaatkan untuk preliminary screening portfolio, meskipun keputusan final
tetap harus dilakukan oleh asesor manusia.
Investasi teknologi
dapat dilakukan secara konsorsium untuk mengurangi biaya individual institusi.
Pemerintah dapat memfasilitasi pengembangan platform nasional yang dapat
digunakan oleh berbagai PTK.
4.4.4 Kampanye Edukatif dan Sosialisasi
Program
sosialisasi yang intensif perlu dilakukan untuk mengubah persepsi tentang
pembelajaran nonformal dan RPL. Publikasi riset tentang kesetaraan kompetensi
alumni pesantren dapat membantu mengurangi bias akademik.
Pelibatan
tokoh-tokoh berpengaruh dalam komunitas akademik dan pesantren sebagai champion
RPL dapat mempercepat adopsi dan penerimaan kebijakan ini.
5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Kesimpulan
Implementasi
Rekognisi Pembelajaran Lampau berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 12 Tahun
2025 membawa prospek transformatif bagi perguruan tinggi swasta dan pesantren
di Indonesia. Kebijakan ini membuka peluang strategis untuk perluasan akses
pendidikan tinggi, penguatan reputasi institusi, legitimasi pembelajaran
pesantren, dan pengembangan kolaborasi produktif antara pesantren dan perguruan
tinggi.
Namun,
implementasi RPL juga menghadapi tantangan signifikan terkait standarisasi
asesmen, kesiapan SDM, infrastruktur, resistensi budaya akademik, dan
penjaminan mutu. Keberhasilan implementasi memerlukan strategi komprehensif
yang mencakup pengembangan sistem asesmen yang kredibel, capacity building
berkelanjutan, leverage teknologi, dan kampanye edukatif yang masif.
5.2 Rekomendasi
Berdasarkan
analisis di atas, penelitian ini merekomendasikan:
- Bagi Perguruan Tinggi Swasta:
- Mengembangkan roadmap implementasi RPL yang realistis dengan tahapan pilot project, evaluasi, dan scale-up
- Mengalokasikan sumber daya memadai untuk pelatihan asesor dan pengembangan infrastruktur
- Membangun kemitraan strategis dengan pesantren-pesantren terpilih sebagai mitra pilot project
- Mengintegrasikan RPL dalam strategic planning institusi sebagai instrumen competitive advantage
- Bagi Pesantren:
- Meningkatkan sistem dokumentasi pembelajaran untuk memfasilitasi proses asesmen RPL
- Mengembangkan
kurikulum yang lebih terstruktur dengan learning outcomes yang jelas
- Membangun
kapasitas ustadz/ustadzah dalam penyusunan portfolio pembelajaran santri
- Berkolaborasi
aktif dengan PTK dalam merancang pathway yang optimal bagi alumni pesantren
Implementasi
RPL yang sukses memerlukan komitmen kolektif dari semua pemangku kepentingan
dan kesediaan untuk belajar dari pengalaman, baik keberhasilan maupun kegagalan.
Dengan strategi yang tepat, RPL dapat menjadi katalis transformasi pendidikan
tinggi Islam di Indonesia menuju sistem yang lebih inklusif, adil, dan
berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Andersson, P. & Harris, J. (2006). Re-theorising the recognition of prior learning. Leicester: NIACE
Azra, A. (2012). Pendidikan Islam: Tradisi dan
modernisasi di tengah tantangan milenium III. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Bruinessen, M. van (1995). Kitab kuning,
pesantren dan tarekat: Tradisi-tradisi Islam di Indonesia. Bandung: Mizan.
Dhofier, Z. (2011). Tradisi pesantren: Studi
pandangan hidup kyai dan visinya mengenai masa depan Indonesia. Jakarta:
LP3ES.
Dhofier, Z. (2011). Tradisi pesantren: Studi
pandangan hidup kyai dan visinya mengenai masa depan Indonesia. Jakarta:
LP3ES.
Kementerian Agama RI (2024). Statistik
pendidikan Islam tahun 2024. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam.
Kementerian Agama RI (2024). Statistik
pendidikan Islam tahun 2024. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam.
Kementerian Agama RI (2025). Peraturan Menteri
Agama Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rekognisi Pembelajaran
Lampau pada Perguruan Tinggi Keagamaan dan Ma'had Aly. Jakarta: Kementerian
Agama RI.
Kementerian Agama RI (2025). Peraturan Menteri
Agama Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rekognisi Pembelajaran
Lampau pada Perguruan Tinggi Keagamaan dan Ma'had Aly. Jakarta: Kementerian
Agama RI.
Lukens-Bull, R. (2001). Two sides of the same coin: Modernity and tradition in Islamic education in Indonesia. Anthropology & Education Quarterly, 32(3), 350-372.
Mastuhu (1994). Dinamika sistem pendidikan
pesantren: Suatu kajian tentang unsur dan nilai sistem pendidikan pesantren.
Jakarta: INIS.
Pemerintah RI (2019). Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Jakarta: Sekretariat
Negara.
Steenbrink, K.A. (1986). Pesantren, madrasah,
sekolah: Pendidikan Islam dalam kurun modern. Jakarta: LP3ES.
*)Kontributor: Agus Salim Chamidi, Dosen IAINU Kebumen